Pac-Man
Pac-Man
Pac-Man

Selasa, 19 November 2013

Cerpen Cembung



Sahabatku
          Unik, humoris, baik, sopan dan pintar. Dia teman dekatku, yang menurutku sangat baik dan pintar. Dia selalu mengajarkan ku bila aku kurang memahami pelajaran yang baru saja dipelajari. Dia selalu mendengarkan isi hatiku, dimana aku sedang sedih, gembira, bahkan disaat aku mengagumi seseorang, dia mengetahui semuanya. Dia bernama Kim Dongwo. Nama dia memang sedikit aneh, dia biasa dipanggil Gino. Ayahnya berasal dari Korea Selatan dan ibunya dari Indonesia. Tetapi dia lahir di Indonesia, tepatnya di Bali. Dan sekarang dia pindah ke Jakarta dan satu sekolah bersamaku. Kita selalu saja satu kelas, dari kelas sepuluh sampai sekarang kelas sebelas. Oh iya aku belum memperkenalkan diri, hello namaku Camira Sagita dewi, panggil saja aku Mira, Gita, atau Dewi.
          “Ginooooooo, ada kabar gembira!!” ucapku sambil menghampiri Gino yang baru saja datang.
          “kabar apaan?” jawab Gino dengan muka masam nya.
          “kok mukanya asem gitu sih, aku baru aja di kasih coklat sama kak wino, uhhhhh seneng deh” ucap ku sambil menunjukan coklat yang di kasih kak wino.
          “baru dikasih coklat aja udah seneng, nih yah coklat itu bikin kamu gendut, gigi nya rusak, dan masih banyak lagi, dan lihat dulu tanggal kadaluarsa nya” jawab Gino yang tampak kurang menyenangkan.
          “hah? Apa iya? Kalo aku gendut, gigi aku rusak, terus aku keracunan? Ahhhh Gino ini coklatnya aku apaain?” jawabku yang mulai ketakutan.
          “sini, biar aku buang” Gino pun membuang coklat pemberian kak Wino, sebenernya aku merasa sedih, coklat yang selama ini aku tunggu-tunggu di buang begitu aja. Tapi pendapat sahabatku lebih baik dari pada aku menerima barang yang bisa membahayakanku.
          Aku selalu heran dengan Gino, jika aku sedang bahagia mendapat respon dari orang yang aku kagumi, dia selalu terlihat tidak senang. Kenapa dia bertindak seperti itu? Apa dia tidak sudah muak denganku? Pikiran itu aku buang sejauh mungkin, Gino itu teman baikku, tidak mungkin dia begitu muaknya kepadaku.
          Bel pulang sekolah pun sudah berbunyi, saatnya aku pulang. Gino yang sudah siap-siap memakai helm dan memberikan satu helm lagi untukku. Aku sudah siap untuk menaiki motor kepunyaan Gino. Ketika aku akan menaiki motornya sebuah motor besar semacam motor Ninja berhenti di depan aku dan Gino.
          “Gita, hmm Mira, Hmm dewi, ahh siapalah namamu, pulang bareng dengan ku mau?” ternyata dia kak Wino, sebenarnya aku sangat senang kak Wino mengajakku pulang bareng, tapi disisi lain aku juga merasa tidak enak dengan Gino, dia sudah biasa pulang denganku, karena rumahnya yang bersebelahan denganku. Apa yang harus aku lakukan? Pulang bersama sahabatku, atau pulang bersama kak Wino? Aku benar-benar bingung, aku sudah melihat wajah Gino yang begitu tidak senang atas kehadiran kak Wino.
          “aku mau pulang bareng Gino kak, maaf yah. Cepet jalan” jawabku sambil berbisik ke telinga gino. Aku dan gino pun langsung pergi dari parkiran sekolah itu. Sepanjang perjalanan Gino tidak bicara apapun, atau bahkan menanyakan kenapa aku lebih memilih pulang bersamanya.
          Sesampainya di rumah aku langsung bertanya pada Gino, tapi dia tidak menjawabnya sama sekali, dia langsung masuk ke dalam rumahnya. Ada apa dengan Gino? Kenapa dia bertindak seperti tidak suka aku dekat dengan Kak Wino? Aku memang bodoh, tidak bisa peka dan tahu kenapa sahabatku seperti itu. Gino yang aku kenal bukan yang seperti ini, Gino yang aku kenal selalu bisa tertawa, bisa membuat aku nyaman berada di sampingnya, selalu mau mendengarkan isi hati dan perasaanku. Gino yang sekarang lebih tertutup.
          Malam ini adalah malam minggu, biasanya aku main atau sekedar membahas tentang pelajaran ke rumah Gino. Dan seperti biasa, aku pun melakukan hal itu sambil mau menanyakan kenapa dia bersikap aneh tadi siang. Mungkin kalau aku menanyakannya saat dia sedang santai mungkin dia mau cerita.
          “Gino..” panggil ku depan rumahnya, namun tak ada jawaban. “Gino..” aku panggil sekali lagi, tidak ada orang yang keluar, bi minah pun gak ada. “rumah ini kok sepi? Apa gak ada orang?” pikirku sambil termangun depan rumah Gino. Aku putuskan untuk kembali ke rumah dengan muka cemberut aku membuka pagar rumahku.
          “Mira!!” aku mendengar seseorang memanggilku, setelah aku membalikan badan, dia adalah Gino. Dia baru saja turun dari motor nya. Akupun langsung menghampirinya. Saat aku menghampiri nya, aku langsung menyerbu beribu-ribu pertanyaan, “kamu dari mana? Sama siapa saja? Habis melakukan apa? Kenapa gak memberi tahu aku? Kenapa gak mengajak aku?” pertanyaanku terhenti saat Gino mencubit pipiku.
          “aku habis dari rumah nenek dan kakek, aku mengantarkan masakan buatan Mamaku.” Gino pun menjawabnya dengan santai.
          “oh” aku pun langsung kembali ke rumah dengan langkah sedikit lega.
          “ehhh, kamu mau apa?” Tanya Gino. “ mau apa apanya?” tanyaku balik. “kamu selalu menanyakan nya lagi. Aku mau bicara sesuatu sama kamu.” Jawab Gino yang mulai terlihat serius lagi.
          Gino membawaku ke sebuah taman pinggir rumahnya, dia menyuruhku untuk duduk di kursi taman. Aku pun menurutinya untuk duduk. Tiba-tiba Gino menunduk di hadapanku, aku pun kaget kenapa dia seperti itu. Dia menatapku dengan mata  berkaca-kaca, aku heran apa dia sedang sedih? Atau mempunyai masalah?
          “ Gino? Kamu kenapa? Ada masalah yah?” tanyaku yang sedikit ragu. “iya, aku mempunyai masalah, dan masalahnya itu ada sama kamu!” nada suara Gino yang mulai tidak stabil. Aku takut Gino melakukan hal-hal yang tidak di inginkan, tapi aku buang pikiran itu. “aku? Apa salahku? Kenapa aku membuat masalah sama kamu?”. “kamu.. kamu bikin masalah di otak aku, kamu gak peka sama aku, kamu gak bisa tahu isi hati aku.” Jawab Gino yang membuat aku sedikit bingung. “maksud kamu apa? Gak peka? Aku malah bertanya-tanya, kenapa kamu bertindak kaya gini, kamu Gino yang aku gak kenal, kamu beda no” jawabku yang sudah mulai terbawa suasana. “saranghae” Gino menundukan kepalanya lagi. Aku kurang mengerti perkataanya, dan kayanya ini bahasa Ayahnya. Haduhh masa harus buka google translate. “hah? Aku gak ngerti no,”. “jeongmal saranghae”. “aduh aku gak ngerti sama sekali.” Jawabku dalam hati. “hmmm Mir, maaf kamu pasti gak ngerti, hmm aku.. aku .. aku sayang sama kamu, aku pengen kamu jadi milik aku, meski kita belum resmi tapi aku sayang sama kamu, aku pengen jaga kamu. Mir, maaf” lagi dan lagi Gino menundukan kepalanya. “jadi? Kemarin kamu bersikap gitu, karena kamu gak suka aku di gangguin kak Wino?”. “iya, asal kamu tau, si Wino itu laki-laki gak bener, aku takut kamu kenapa-kenapa” jawab Gino. “hmm, ternyata aku gak salah kenal sama kamu dan sayang sama kamu. Saranghae”. Gino pun terlihat terkejut, aku memang suka sama Gino karena sosok Gino bisa membuat aku nyaman.
          Malam ini terlewati begitu indah, bersama seseorang yang aku sayangi, aku pandangi langit yang di taburi bintang kerlap-kerlip, begitu malam yang indah benar benar indah sangat indah. Aku bersama Kim Dongwo.
          “Tuhan, jika dia ditakdirkan bersamaku, jaga lah hubungan ini. Jika mungkin kita hanya sekedar bersahabat, jangan buat hubungan ini seperti pasangan-pasangan lain yang malah menjadikan akhir hubungannya dengan sebuah permusuhan”

TAMAT..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar