Klasifikasi dan Morfologi Tanaman
Matoa Tanaman matoa merupakan tanaman khas dari Maluku akan tetapi belum dibudidayakan oleh
masyarakat Papua, hal ini dikarenakan tanaman banyak tumbuh di hutan-hutan secara
alami sehingga masyarakat tidak perlu menanam namun masih bisa mendapatkan buah
matoa yang melimpah (Vitiawan, Santo. 2008). Adapun klasifikasi tanaman Matoa
(Pometia pinnata) yang dikutip dari publikasi internet, dapat dipaparkan sebagai
manaberikut: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta
(Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkepingdua / dikotil) Sub Kelas :
Rosidae Ordo : Sapindales Famili : Sapindaceae Genus : Pometia Spesies :
Pometia pinnata J.R. & G.Forst NamaLokal
: Pakam (Batak Karo), kasai (Inggris),matoa (Indonesia), lauteneng (Simalur),
langsekanggang (Minangkabau), leungsir (Sunda), kayusapi (Jawa), motoangaage
(Galileo), Hatobu, Ngaeke (Tobelo). Pohon Matoa dapat mencapai tinggi 47 m,
dengan garis tengah batang 140 cm, berbanir besar sampai 5,50 m tingginya.
Daunnya bersirip dengan 3 - 13 pasang anak daun. Daun terbawah sering kali menyerupai
stipula (daunpe¬numpu).Bagian-bagian yang muda kadang-kadang berbuluh alus. Bunga
jan¬tan dan betina. Buah berbentuk elips, ukurannya mencapai 3,5 X 3 cm, dengan
berbagai warna kulit, mulai dari kuning, merah tua, ungu atau coklat. Daging buahnya
tipis dan manis. (De Graaf, NR & JW Hildebrand, PB Laming, JM Fundter.
2009) Matoa termasuk tanaman langka. Pohonnya rindang dengan akar yang kuat dan
buahnya berasa manis. Buah matoa yang tumbuh di Papua umumnya dapat dimakan,
Ada yang menyebut rasa manisnya seperti kelengkeng campur durian, ada pula yang
menyebut seperti rambutan. Matoa asli Papua ternyata mempunyai keistimewaan
(Vitiawan, Santo. 2008).Kayu yang dihasilkan oleh pohon matoa cukup berkualitas
dan sangat umum digunakan sebagai bahan bangunan oleh masyarakat papua dan
industry kayu lapis yang kemudian diekspor keluar negeri. Juga dapat digunakan untuk
peralatan pertanian dan peralatan olah raga serta bahan pembuat arang. Kulit kayunya
juga dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional (De Graaf, NR & JW
Hildebrand, PB Laming, JM Fundter. 2009). Tanaman itu bias ditanam melalui biji
maupun cangkok. Jika ditanam melalui biji, matoa bias mulai berbuah pada umur
3,5sampai 4 tahun. Namun, jika melalui cangkok, umur 1,5-2 tahun sudah bias berbuah.
Ada keunggulan tersendiri jika menanam matoa
melalui biji atau cangkok. Selanjutnya dikatakan pula bahwa kendala utama hanyalah
hama kalong. "Dari pengalaman yang ada, kendala terbesar adalah kalong dan
codot.Jadi, kalau matoa mulai matang, saya
harus membungkus setiap buah matoa di pohon menggunakan kain strimin dari kawat.
Kalau tidak seperti ini jangan harapkan dapat menikmati," kata sesepuh Kelurahan
Hadimulyo Barat itu (Suprayogi. 2008). B. Biodiesel Energi alternative adalah
energy pengganti dari pada energi yang sering kita gunakan. Energi ini merupakan
energi yang bias terbarukan atau bias dipakai terus – menerus, mudah didapatkan
dan ramah lingkungan. Pemerintah diketahuit telah memprogramkan pemanfaatan Jarak
Pagar sebagai subtitusi solar dan singkong sebagai subtitusi premium. Kedua komoditas
ini diharapakan mengganti pemakaian solar. Menurut penelitian minyak jarak mengandung
banyak oksigen sehingga akan terjadi pembakaran sempurna, emisi karbon menjadi berkurang
(buangan tidak berbahaya, bersih, dan ramah lingkungan) (Prihandana,Rama.
2005). Adapun proses pembuatan biodiesel cukup sederhana yaitu dengan mencampur
minyak nabati yang didapat dari tumbuhan
dengan methanol atau etanol sehingga didapatkan ester metal atau ester etil dangliserin.
Ester metal ataupun ester etil adalah wujud dari biodiesel itu sendiri. Pemakaian biodesel untuk otomotif
sudah banyak dilakukan di luar negeri seperti, Jerman, Perancis, Malayasia dan Jepang.
Sedangkan, di Indonesia baru diperkenalkan pada tahun 2005 dan saat ini sudah dipakai untuk otomotif dengan
dicampur hingga 5 % dengan solar yang dikenal dengan “Biofuel”. Bilamana
program pemerintah dan kesediaan masyarakat untuk menggunakan biodiesel menjadi
suatu kenyataan , maka tidak tertutup kemungkinan bahan baku jarak saja tidak mencukupi.
Oleh karena itu, perlu didukung oleh pembudidayaan tanaman yang berpotensi untuk sumber biodiesel lainnya. Sumber
biodiesel selain jarak (Jatrophacurcas) dan biji kapuk yang sudah umum diketahui,
beberapa lainnya dapat disebutkan sebagai berikut: Biji buah kelor
(MoringaOleifera), Nyamplung (Callophylluminophyllum), Kacang Tanah (Arachis
hypogea), Kemiri (Aleuritesmoluccana), Alpukat (Perseagratissima). Sedangkan di
Kabupaten Soppeng menurut uji pendahuluan diketahui pohon matoa juga berpotensi
menjadi sumber biodiesel (Prihandana, Rama. 2005).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar